Senin, 14 November 2011

TUGAS AUDIT

Triton Energy : Globalisasi dan Korupsi Global

Dua tim audit Indonesia secara periodik memeriksa catatan akuntansi dan pajak Triton. Auditor Pertamina mereview catatan catatan akuntansi untuk meyakinkan bahwa anak usaha Triton sesuai dengan kewajiban kontrak dengan Pertamina. Auditor dari kementrian keuangan dan auditor Pertamina menginspeksi catatan pajak untuk meyakinkan bahwa pembayaran pajak sudah tepat. Auditor pemerintah dalam hal ini adalah BPKP.

Auditor Pertamina dan BPKP menandatangani audit pajak bersama pada unit operasi Triton di Indonesia pada Mei 1989. hasil audit mengungkapkan bahwa Triton berhutang kekurangan pajak sebesar $618.000. dari total ini $385.000 diantaranya merupakan pajak yang dikumpulkan oleh auditor Pertamina. Sementara sisa $233.000 merupakan pajak yang ditaksir oleh auditor BPKP. Dua orang pegawai Triton Indonesia mendiskusikan hal ini dengan Roland Siouffi – orang berkebangsaan Perancis yang telah lama tinggal di Indonesia yang bertugas sebagai konsultan humas Triton. Siouffie kemudian bertemu dengan orang kunci tim audit Pertamina. Siouffi mengatur pembayaran kepada dua orang ini sebesar sebesar $160.000 untuk menutupi tambahan pajak yang di perkiraan oleh auditor Pertamina itu. Triton Indonesia membayar $165.000 kepada suatu perusahaan yang dikendalikan oleh Siouffie pada agustus 1989. beberapa minggu kemudian, Triton membayar $120.000 dan $40.000 berturut turut kepada kedua auditor Pertamina itu. Controller Triton Indonesia mempersiapkan dokumen palsu untuk pembayaran itu kepada perusahaan milik Siouffie. Dokumen itu mengindikasikan bahwa pembayaran itu untuk pembelian data geologi untuk ladang enim.

Pada agustus 1989, Auditor BPKP mengingatkan pejabat Triton Indonesia bahwa mereka masih berhutang pajak sebesar $233.000. Eksekutif Triton mendiskusikan hal ini dengan Siouffie. Setelah rapat dengan auditor BPKP, Siouffie mengatakan kepada Management Triton Indonesia bahwa dengan membayar $20.000 auditor itu akan mengurangi tagihan pajak dari $233.000 menjadi $155.000. Triton Indonesia kemudian membayar $22.500 kepada perusahaan lainnya yang dimiliki oleh Siouffie, yang kemudian perusahaan itu membayar auditor BPKP sebesar $20.000. Controller Triton Indonesia membuat dokumen palsu yang menjelaskan pembayaran itu kepada perusahaan milk Siouffie sebagai pemeliharaan peralatan ladang enim. Setelah membayar kepada auditor Pertamina dan BPKP yang dilakukan oleh Sioufiie, Triton Indonesia menerima surat dari kedua tim audit yang menyatakan bahwa mereka telah menyelesaikan kasus pajak ini. Sepanjang 1989 dan 1990, Triton Indonesia terus menyalurkan pembayaran yang tidak benar kepada sejumlah pejabat pemerintahan Indonesia melalui Roland Siouffie. Triton Indonesia membuat dokumen palsu untuk membersihkan setiap pembayaran untuk tujuan akuntansi. SEC mengidentifikasi sebesar $450.000 dari catatan pembayaran itu di catatan akuntansi Triton Indonesia.

Sejumlah pejabat Triton Energy secara periodik memberikan pengarahan kepada orang-orang kunci di Triton Indonesia terkait dengan pembayaran yang dilakukan oleh Sioufiie. Dalam pengarahan itu, pejabat Triton juga mengajarkan jurnal akuntansi yang salah dan dokumen yang disiapkan untuk menyembunyikan praktek yang mereka lakukan, tapi pengarahan ini gagal menyetop praktek ini. Pada suatu waktu pegawai di Triton Indonesia secara langsung mengatakan kepada presidir Triton Energy bahwa pemebayaran haram dilakukan siouffie. Presidir itu menjawab “selama ia bekerja di negara lain dan mengerti hal-hal seperti itu harus dilakukan pada kondisi yang tepat”

SEC mengirim pesan

Pada tahun 1977. Setelah 4 tahun di Triton Indonesia dan perusahaan Induknya sebagai puncak investigasi itu SEC mengeluarkan suatu release. Release itu mengenakan Triton dan eksekutifnya dengan pelanggaran anti penyuapan, akuntansi, dan pengendalian yang diperlukan dari FCPA. Tanpa mengakui atau menolak pegenaan ini, 6 pegawai Triton energy dan Triton Indonesia menandatangani persetujuan surat kesepakatan yang melarang mereka melakukan pelanggaran hukum federal dimasa yang akan datang. Surat persetujuan kesepakatan ini juga menjatuhkan denda sebesar $300.000 pada Triton Energy dan denda sebesar $35.000 dan $50.000 pada dua dua pejabat Triton Indonesia. Berikut adalah petikan catatan laporan keuangan tahun 1996 yang merupakan penyelesaian antara Triton Energy dan SEC:

Pada Februari 1997, perusahaan dan SEC membuat penyelesaian atas investigasi SEC mengenai pelanggaran aturan FCPA yang berkaitan dengan operasi Triton di Indonesia. Investigasi tersebut berakhir dengan perjanjian kesepakatan meskipun perusahaan tanpa mengakui atau menolak pembebanan yang dibuat oleh SEC yang mengatakan bahwa Triton melakukan pelanggaran UU pasar modal tahun 1934 ketika Triton Indonesia inc melakukan pembayaran pada tahun 1989 dan 1990 kepada konsultan penasihat Triton Indonesia inc. yang berkaitan dengan perusahaan minyak negara Indonesia - Pertamina dan dirjen pajak Indonesia, salah mencatat pembayaran tersebut dan gagal memelihara pengendalian yang memadai. Dengan syarat penyelesaian ini, anak usaha TEC secara permanen dilarang melakukan pelanggran dimasa yang akan datang atas catatan dan menyediakan internal control yang memadai sesuai dengan UU pasar modal tahun 1934 dan membayar pinalty sebesar $300.000.

Meskipun Triton Energy tidak mengotorisasi pembayaran palsu itu dan akuntansi yang salah atas transaksi itu, SEC dengan tajam mengkritisi dua eksekutif yang bertanggungjawab atas praktek itu yang membiarkan praktek itu berlangsung tanpa pengendaliannya.

Management senior Triton energy xxx dan yyy, mengakui keberadaan praktek itu dan memperlakukannya sebagai biaya pelaksanaan bisnis di Yurisdiksi luar negeri. Toleransi atas praktek itu bertentangan dengan lingkungan bisnis yang fair dan meruntuhkan kepercayaan pubic.

SEC mengakui didepan umum bahwa dia telah mengirim pesan kepada manager perusahaan. Pegawai SEC menandai bahwa kasus ini menekankan pada tanggung jawab managemen perusahaan dalam kaitannya dengan pembayaran internasional. Dan menekankan kepada semua perusahaan Amerika bahwa adalah tidak baik melakukan penyuapan sepanjang kalau tidak ketahuan. Dua tim audit Indonesia secara periodik memeriksa catatan akuntansi dan pajak Triton. Auditor Pertamina mereview catatan catatan akuntansi untuk meyakinkan bahwa anak usaha Triton sesuai dengan kewajiban kontrak dengan Pertamina. Auditor dari kementrian keuangan dan auditor Pertamina menginspeksi catatan pajak untuk meyakinkan bahwa pembayaran pajak sudah tepat. Auditor pemerintah dalam hal ini adalah BPKP.

Auditor Pertamina dan BPKP menandatangani audit pajak bersama pada unit operasi Triton di Indonesia pada Mei 1989. hasil audit mengungkapkan bahwa Triton berhutang kekurangan pajak sebesar $618.000. dari total ini $385.000 diantaranya merupakan pajak yang dikumpulkan oleh auditor Pertamina. Sementara sisa $233.000 merupakan pajak yang ditaksir oleh auditor BPKP. Dua orang pegawai Triton Indonesia mendiskusikan hal ini dengan Roland Siouffi – orang berkebangsaan Perancis yang telah lama tinggal di Indonesia yang bertugas sebagai konsultan humas Triton. Siouffie kemudian bertemu dengan orang kunci tim audit Pertamina. Siouffi mengatur pembayaran kepada dua orang ini sebesar sebesar $160.000 untuk menutupi tambahan pajak yang di perkiraan oleh auditor Pertamina itu. Triton Indonesia membayar $165.000 kepada suatu perusahaan yang dikendalikan oleh Siouffie pada agustus 1989. beberapa minggu kemudian, Triton membayar $120.000 dan $40.000 berturut turut kepada kedua auditor Pertamina itu. Controller Triton Indonesia mempersiapkan dokumen palsu untuk pembayaran itu kepada perusahaan milik Siouffie. Dokumen itu mengindikasikan bahwa pembayaran itu untuk pembelian data geologi untuk ladang enim.

Pada agustus 1989, Auditor BPKP mengingatkan pejabat Triton Indonesia bahwa mereka masih berhutang pajak sebesar $233.000. Eksekutif Triton mendiskusikan hal ini dengan Siouffie. Setelah rapat dengan auditor BPKP, Siouffie mengatakan kepada Management Triton Indonesia bahwa dengan membayar $20.000 auditor itu akan mengurangi tagihan pajak dari $233.000 menjadi $155.000. Triton Indonesia kemudian membayar $22.500 kepada perusahaan lainnya yang dimiliki oleh Siouffie, yang kemudian perusahaan itu membayar auditor BPKP sebesar $20.000. Controller Triton Indonesia membuat dokumen palsu yang menjelaskan pembayaran itu kepada perusahaan milk Siouffie sebagai pemeliharaan peralatan ladang enim. Setelah membayar kepada auditor Pertamina dan BPKP yang dilakukan oleh Sioufiie, Triton Indonesia menerima surat dari kedua tim audit yang menyatakan bahwa mereka telah menyelesaikan kasus pajak ini. Sepanjang 1989 dan 1990, Triton Indonesia terus menyalurkan pembayaran yang tidak benar kepada sejumlah pejabat pemerintahan Indonesia melalui Roland Siouffie. Triton Indonesia membuat dokumen palsu untuk membersihkan setiap pembayaran untuk tujuan akuntansi. SEC mengidentifikasi sebesar $450.000 dari catatan pembayaran itu di catatan akuntansi Triton Indonesia.

Sejumlah pejabat Triton Energy secara periodik memberikan pengarahan kepada orang-orang kunci di Triton Indonesia terkait dengan pembayaran yang dilakukan oleh Sioufiie. Dalam pengarahan itu, pejabat Triton juga mengajarkan jurnal akuntansi yang salah dan dokumen yang disiapkan untuk menyembunyikan praktek yang mereka lakukan, tapi pengarahan ini gagal menyetop praktek ini. Pada suatu waktu pegawai di Triton Indonesia secara langsung mengatakan kepada presidir Triton Energy bahwa pemebayaran haram dilakukan siouffie. Presidir itu menjawab “selama ia bekerja di negara lain dan mengerti hal-hal seperti itu harus dilakukan pada kondisi yang tepat”

SEC mengirim pesan

Pada tahun 1977. Setelah 4 tahun di Triton Indonesia dan perusahaan Induknya sebagai puncak investigasi itu SEC mengeluarkan suatu release. Release itu mengenakan Triton dan eksekutifnya dengan pelanggaran anti penyuapan, akuntansi, dan pengendalian yang diperlukan dari FCPA. Tanpa mengakui atau menolak pegenaan ini, 6 pegawai Triton energy dan Triton Indonesia menandatangani persetujuan surat kesepakatan yang melarang mereka melakukan pelanggaran hukum federal dimasa yang akan datang. Surat persetujuan kesepakatan ini juga menjatuhkan denda sebesar $300.000 pada Triton Energy dan denda sebesar $35.000 dan $50.000 pada dua dua pejabat Triton Indonesia. Berikut adalah petikan catatan laporan keuangan tahun 1996 yang merupakan penyelesaian antara Triton Energy dan SEC:

Pada Februari 1997, perusahaan dan SEC membuat penyelesaian atas investigasi SEC mengenai pelanggaran aturan FCPA yang berkaitan dengan operasi Triton di Indonesia. Investigasi tersebut berakhir dengan perjanjian kesepakatan meskipun perusahaan tanpa mengakui atau menolak pembebanan yang dibuat oleh SEC yang mengatakan bahwa Triton melakukan pelanggaran UU pasar modal tahun 1934 ketika Triton Indonesia inc melakukan pembayaran pada tahun 1989 dan 1990 kepada konsultan penasihat Triton Indonesia inc. yang berkaitan dengan perusahaan minyak negara Indonesia - Pertamina dan dirjen pajak Indonesia, salah mencatat pembayaran tersebut dan gagal memelihara pengendalian yang memadai. Dengan syarat penyelesaian ini, anak usaha TEC secara permanen dilarang melakukan pelanggran dimasa yang akan datang atas catatan dan menyediakan internal control yang memadai sesuai dengan UU pasar modal tahun 1934 dan membayar pinalty sebesar $300.000.

Meskipun Triton Energy tidak mengotorisasi pembayaran palsu itu dan akuntansi yang salah atas transaksi itu, SEC dengan tajam mengkritisi dua eksekutif yang bertanggungjawab atas praktek itu yang membiarkan praktek itu berlangsung tanpa pengendaliannya.

Management senior Triton energy xxx dan yyy, mengakui keberadaan praktek itu dan memperlakukannya sebagai biaya pelaksanaan bisnis di Yurisdiksi luar negeri. Toleransi atas praktek itu bertentangan dengan lingkungan bisnis yang fair dan meruntuhkan kepercayaan pubic.

SEC mengakui didepan umum bahwa dia telah mengirim pesan kepada manager perusahaan. Pegawai SEC menandai bahwa kasus ini menekankan pada tanggung jawab managemen perusahaan dalam kaitannya dengan pembayaran internasional. Dan menekankan kepada semua perusahaan Amerika bahwa adalah tidak ba

Setelah kasus Triton ini. Sepanjang tahun 1990 sejumlah dugaan praktek pembayaran internasional yang ilegal yang dilakukan oleh perusahaan Amerika dilaporkan kepada SEC yang memprakarsai beberapa investigasi FCPA.

Pertumbuhan praktek skema pembayaran internasional yang semakin canggih menyulitkan SEC untuk menegakkan aturan FCPA. Banyak eksekutif melobi untuk melawan aturan FCPA. Eksekutif ini mengatakan bahwa hukum federal menempatkan perusahaan multinasonal Amerika sebagai perushaaan yang tidak memiliki keunggulan bersaing bila dibanding dengan perusahaan multinasional lainnya. Salah satu penasihat president Clinton mendukung opini ini ketika dia melakukan observasi, dia mengatakan bahwa Amerika adalah satu satunya negara yang mengatur penyuapan pegawai negara lain sebagai tindakan kriminal.

Bill Lee tidak pernah secara langsung dikaitkan dengan scandal pembayaran di Indonesia, dia kemudian keluar dari Triton Energy pada Januari 1993. SEC menyetujui bahwa para ekseutif Triton terkait dengan scan dal ini. Semua eksekutif itu sesudah itu mengundurkan diri dari posisi mereka. Thomas Finck, yang bergabung dengan Triton setelah scandal Indonesia menggantikan Lee sebagai CEO di tahun 1996. beberapa jurnalis mengatakan bahwa CEO baru Triton ini akan melakukan trick yang sama seperti yang sebelumnya. Salah satu keputusan utama Finck adalah mereorganisasi Triton Energy sebagai anak usaha dari holding company yang berpusat di kepulauan Caymand. Finck melaporkan bahwa kepindahan kantor pusat Triton ke kepulauan Caymand akan mengurangi beban pajak Triton secara signifikan. Banyak kritik dari keputusan itu. Bebrapa menduga bahwa perusahaan ingin menghindari penelitian berdasarkan UU FCPA.

Triton Energy menjual anak usahanya di Indonesia pada tahun 1996 tetapi Finck melanjutkan strategynya yang penuh resiko itu untuk mendapatkan ladang minyak di belahan dunia lainnya. Penurunan harga minyak menyebabkan nilai cadangan minyak Triton menurun secara drastis selama tahun 1990an. Pejabat perusahaan mengumumkan bahwa Triton dijual dan mengunakan perusahaan investasi untuk menjual Triton kepada pembeli yang potensial. Ketika pembeli tidak bisa ditemukan, Triton mengumumkan rencana restrukturisasi operasinya dan melanjutkan usahanya secara independen. Pengumuman itu menyebabkan saham Triton terjun bebas menjadi harga terendah dalam beberapa tahun terakhir dan mengakibatkan Thomas Finck mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 2001, kegemparan terjadi Triton Energy sebagai perusahaan independen berakhir ketika Amerada Hess membeli perusahaan itu seharga $2.7 miliar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar